Tuesday, March 20, 2007

Refleksi mengapa anakku tidak mau ke sekolah hari ini

Karena ada sedikit masalah, saya yang rencananya segera fokus pada analisis data saya jadi tertunda dulu.
Mengapa?
Kejadiannya terjadi begitu tiba-tiba. Tapi biarkan saya mencermatinya karena ini mungkin pelajaran buat saya.
Masalahnya: Fida (anak kedua saya yg sekolah di Prep) yang telah begitu siap untuk ke sekolah, tiba-tiba tidak mau ke sekolah tanpa diantar Ayahnya, lalu tiba-tiba memutuskan ingin tinggal di rumah. Mengapa demikian?


  • Mungkinkah ini semua karena ketidakahlian saya dalam menangani anak?
  • Mungkinkah ini terjadi karena rasa egoisme yang saya miliki dimana saya terlalu memikirkan berharganya waktu untuk study saya?
  • Mungkinkah karena agak lelah, telat tidur semalam, tidur 4 jam tapi kaya'nya sambil mikir, bangun pagi trus review tulisan dan masak buat makanan keluarga, trus mikirin target mau lanjutin analisis data dan nulis? serta kerjaan lainnya. Kok hidup jadi begitu hectic ya, padahal dulu saya pikir kerjaan sy bakal lebih banyak jadi Ibu rumah tangga atau jadi guru di kampung.
Hipotesis saya adalah bahwa reaksi anak dapat dipicu oleh orang tuanya.
Mari kita lihat:


  • Fika bangun pagi dan menemukan saya belajar di tempat tidur, saya pun segera menghentikan aktivitas saya dan memeluknya, menciumnya. Intinya saya gemas banget sama dia. Maklumlah usianya 5 tahun dan dia sedang dalam perkembangan. Lucu banget apalagi ketika dia berupaya mengungkapkan idenya.

Saya jadi teringat gayanya semalam dia mendatangi saya membawa kertas banyak, katanya dari Home Folder dia. Ini kejadian menarik loh!!! karena homefolder yg seharusnya dicek oleh orang tua setiap hari, beberapa hari ini saya lupa, jadi barangkali itu gabungan informasi. lalu dia katankan "sharing time", dia mau presentasi di hadapan saya, meniru gaya kakaknya. Karena pada saat yg sama Kakaknya yg ingin nulis di Blognya "all about Fika" mendapat kesulitan dengan password gara-gara ada versi baru si Blogger, sy jadi bantuin si Kakak. Dengan sabar sang Adik Fida mengingatkan saya sambil bilang "timing please" and "I am waiting". Setelah itu akhirnya kami pun masuk ke kamar saya dan memperhatikan Fida sharing. Sunggu menarik

  • Kembali ke kasus Fida tadi pagi, Fida akhirnya pun siap ke sekolah. Dia pakai baju sendiri, sarapan sendiri. Ayah pun yg tampak masih capek ikut berperan mengikat rambut si Fida. Pada dasarnya kedua anak saya Fika dan Fida lumayan independen dalam mempersiapkan segalanya untuk sekolah. Kami hanya jadi reminder/supervisor untuk mengecek segala sesuatunya.
  • Fida dan Fika pun dengan ceria keluar rumah dan bermain sambil menunggu teman saya Pak Dars karena kami sudah sepakat "car pooling". Sedangkan saya masih sibuk mempersiapkan segala sesuatu yg akan saya bawa.
  • Berhubung karena tas saya lumayan berat, bawa laptop dan buku-buku serta sekotak bubur kacang ijo, saya memutuskan minta tolong suami untuk ngantar saya ke kampus. Saya agak merasa lemas untuk bawa bawaan yg berat tsb. Respon suami OK dan bahkan memberi usulan untuk kami mengantar sekalian Fika dan Fida ke sekolah. Sang Adik Fida mungkin jadi gembira sekali karena akan di antar oleh Ayahnya yg selama ini nyaris tak pernah mengantarnya (karena perjanjian 'car pooling' dg teman-teman tetangga). Suami hanya bertugas jemput anak-anak tiap sore.
  • Saat kami telah siap berangkat, tiba-tiba Pak Dars datang. Saya bertanya apakah Pak dars akan ke kampus? jawabnya Iya. Dengan demikian saya mengubah keputusan untuk ikut saja di mobil Pak Dars bersama Adik Fida.
  • Mulailah muncul masalah. Si Fida menolak dan ingin diantar oleh Ayahnya.
  • Saya sedikit memaksakan ke Fida agar kami ikut Pak Dars sehingga suami saya bisa istirahat. Maklum semalaman tidak tidur karena dinas malam. Bukankah ini suatu yg tidak konsisten. Tadi saya mikirkan supaya suami bisa nolong ngantar saya, sekarang saya mikirkan supaya suami bisa istirahat.
  • Singkat cerita, Fida yg sudah naik di mobil menangis dan memberontak. Saya cuma mikir bahwa saya bakal repot di sekolah kalau Fida jadi tetap nangis. saya pun berkomentar, kalau begitu Fida tidak usah sekolah. Eh, dia malah setuju. Ya sudah akhirnya dia turun dari mobil dan saya serahkan Fida ke Ayahnya dengan harapan Ayahnya bisa nyelesaikan masalah Fida.
  • Apa yg terjadi kemudian. Karena proses refleksi cepat terjadi pada diri saya, saya jadi sadar bahwa sebenarnya hal ini terjadi karena kelalaian orang tua khususnya saya. Saya pun memutuskan untuk menelpon suami. Ternyata suami telah memutuskan supaya biarin saja Fida tinggal di rumah. Dia dibiarkan sendiri, TV dimatikan dan Ayahnya pun pergi tidur.
  • Saya pun meminta Ayahnya untuk mengupayakan agar dia bisa sekolah dan berangkat dengan hati yg plong, bahagia. Saya terlalu percaya bahwa jika si anak berangkat ke sekolah tanpa membawa masalah ke sekolah, kemungkinan dia bisa belajar dengan lebih baik dan dia bisa lebih percaya diri. Tapi keputusan suami, biarkan dia seperti itu agar dia belajar. Barangkali maksud suami agar dia tahu rasa bagaimana tidak enaknya tidak ke sekolah. Apalgi suami saya sudah ngantuk sekali.
  • Bujukan saya pada Ayahnya tidak mempan. Saya katakan bahwa berjuanglah agar anaknya bisa berhasil sekolah dg baik dan setelah ngantar anak, Ayahnya bisa tidur bahkan hingga sore hari. Tapi Ayahnya sudah tegas memutuskan dan beliaunya benar2 ngantuk. "Ya sudahlah" begitu pikir saya.

Pertanyaan saya, apa sih yg dapat saya pelajari dari satu kasus ini?

  1. Saya seharusnya lebih banyak belajar untuk bersifat konsisten. Saya perlu belajar mengambil keputusan secara tepat dan cepat. Sikap Fida yg tidak kami sepakati adalah sesungguhnya dipicu oleh sikap orang tuanya yang mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan sedikitpun efek terhadap anaknya. Akan mungkin lebih bijaksana jika keputusan seperti ini diambil tanpa harus diperdengarkan. Negosiasi antar suami dapat dengan cara bisikan. Cara ini toh lebih mesra menurut akal sehat dan perasaan sehat saya.
  2. Menurut pengamatan saya, anak-anak kita sering jadi korban orang dewasa khususnya orang tua. Bayangkan, kita saja orang dewasa kadang tidak mood dalam mengerjakan sesuatu, begitu pula tentunya dengan anak. Nah saat kita melihat anak kita tidak mengerjakan sesuatu yg dia tidak inginkan, banyak orang tua yg menanggapinya dengan marah. Kadang-kadang ini pun terjadi pada saya.
  3. Sebenarnya, Fida pasti mempunyai alasan yg banyak. Di pikiran mereka, banyak hal yang tidak sempat atau tidak dapat dikomunikasikan. Buktinya dia bisa memberikan banyak argumen secara panjang lebar ketika dia diberi kesempatan banyak untuk berbicara dalam suasana yg menyenangkan dan penuh keakraban

Demikian refleksi saya. Ya Allah, semoga saya dapat belajar banyak dari titipanMu ya Allah. Engkau mengamanahkan dua permata Fika dan Fida untuk saya bimbing, jaga, didik, agar kelak dia bisa menjadi manusia yg bermanfaat. Semoga anak-anakku dapat belajar hal yang baik dari Ibunya, sebagaimana saya telah menemukan pelajaran penting dari Ibu saya seperti yg saya tuliskan di "cerita kehidupan".

Mereka tidak tahu warna masa depannya. Mereka belum mengerti tantangan berat dari kehidupan masa depan mereka. Mereka pun belum mengerti arti dari tanggung jawab kehidupan. Kami orang tua nya yang diamanhi untuk mempersiapkan hidup masa depan mereka.

Hanya kekuatan, kemampuan, ridho dari-Mu lah untuk kami bisa mendidiknya secara baik.

Maafkan Hamba-Mu ya Allah. Fida, maafkan saya atas kekurangan yg saya miliki. Bukankah saya telah menyadarinya sejak dulu bahwa saya belajar menjadi Ibu yang baik seperti yang telah saya tuliskan di sini.

No comments: